Rabu, 14 September 2011

Potensi Konflik Harus Diredam


PDF Print
Thursday, 15 September 2011
ImageAparat kepolisian dilengkapi senjata laras panjang melerai massa yang mengejar salah satu kerabat pelaku penusukan di Jalan Perintis Kemerdekaan KM 9, Makassar, kemarin. Emosi massa tersulut ulah seorang pemuda yang mengamuk hingga menewaskan tiga orang. 


MAKASSAR– Kerusuhan berbau rasial kembali terjadi. Kemarin, warga Makassar, Sulsel, melakukan sweeping terhadap salah satu suku. Aparat diminta mengambil tindakan meredam konflik. 

Aksi ini dipicu pembunuhan yang dilakukan seorang pemuda di depan Makasar Town Squre (Mtos) di Jalan Perintis Kemerdekaan, sekitar pukul 13.00Wita,hingga menewaskan tiga orang dan mengakibatkan tiga lainnya terluka,kemarin. Tiga warga yang tewas adalah Edy, 12, Saldy, 10, dan Syamsu Alam, 60.

Adapun Isa, 30,Muhammad Fadly alias Aldy, 11, harus menjalani perawatan intensif di Ruang Gawat Darurat Rumah Sakit (RS) Wahidin Sudirohusudo. Satu korban yang lain, Jaya, 20, menjalani perawatan di Unit Gawat Darurat RS Ibnu Sina UMI. 

Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo melalui Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Sulsel Agus Sumantri mengimbau seluruh warga agar bisa menahan diri dan tidak terprovokasi oleh oknumoknum yang ingin membuat suasana di Sulsel, terutama Makassar,tidak kondusif. 

”Mari kita melihatnya secara jernih dan menyerahkannya kepada proses hukum. Masyarakat diharapkan menahan diri dan tidak terpancing agar suasana di Sulsel tetap aman dan kondusif. Itu harapan Bapak Gubernur,” ujarnya. 

Gubernur menambahkan, aksi sweeping yang dilakukan sekelompok warga terhadap kelompok lainnya bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah. Bahkan, cara-cara seperti ini akan menambah persoalan. Sosiolog dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Dr Darwis mengingatkan, potensi konflik itu bisa berkembang menjadi lebih besar jika tidak ada antisipasi lebih dini. 

Dia mencontohkan, konflik antaretnik di Makassar pada 1997 lalu yang melibatkan salah satu etnik tidak diantisipasi dengan baik. Akibatnya, kerusuhan benar- benar pecah. ”Makassar rentan jika ada yang mendesain,” kata dia. Kasus pembunuhan yang menewaskan tiga warga itu bisa dengan mudah dijadikan alat untuk memprovokasi.

Bentuknya bisa mengatasnamakan suku atau agama lalu bersatu menindas kelompok yang minoritas.”Harus ada langkah antisipasi, jangan dibiarkan isu yang menyesatkan ini terus berkembang. Intelijen harus bekerja mengantisipasi potensi- potensi konflik, ”ujarnya. 

Berdasar informasi yang dihimpun di lapangan, peristiwa ini bermula saat pelaku dan beberapa temannya baru saja pesta miras di sebuah kios sekitar lokasi kejadian.Diduga mabuk,kelompok pemuda tadi mengganggu seorang perempuan. Edy,Saldy,dan beberapa temannya yang bekerja sebagai pak ogah di depan Mtos menghalang-halangi dengan meneriaki para pemuda. 

Tersinggung dengan ulah para bocah jalanan itu, pelaku yang diketahui bernama Fransius Petrus alias Gulo mengeluarkan sangkur dan mendekati para bocah. Melihat pelaku menggenggam sangkur,para bocah pun bermaksud kabur. Sayangnya, Saldy tertangkap. Pelaku pun langsung menancapkan sangkur ke dada bocah yang baru duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar (SD) Kantisang itu.

Warga yang tinggal di BTN Hamzi Blok E nomor 10 itu pun terkapar dan tewas mengenaskan. Edy yang juga mencoba kabur pun terjatuh. Pelaku yang kalap mendekati dan menusukkan sangkurnya dan tepat bersarang ke jantung bocah asal Jeneponto itu. Warga yang tinggal di BTN Hamzi Blok R nomor 1 juga tewas di tempat. 

Sementara rekan korban, Aldy, berhasil lolos dari maut meski terkena sayatan sangkur dari pelaku. Tak puas, pelaku terus mengamuk dan menikam Isa, pedagang kaki lima.Akibatnya, perempuan asal Jeneponto itu pun mengalami luka tikaman di bagian punggung. 

Melihat aksi nekat pelaku, Syamsu Alam turun dari petepete dan bermaksud menghentikan pelaku. Namun, nahas, pelaku malah menancapkan sangkur ke dada purnawirawan polisi itu.Warga kompleks BTP Blok E nomor 42 itu pun mengembuskan nafas terakhirnya di lokasi kejadian. 

Saat itulah warga mulai berdatangan ke lokasi kejadian. Merasa terancam, pelaku pun berlari ke arah Jalan Urip Sumiharjo. Warga bersama aparat pun mengejar pelaku dan berhasil menangkapnya di dekat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tello. 

Namun, sebelum tertangkap, pelaku masih sempat menikam punggung kiri dan dada atas sopir pete-pete yang diketahui bernama Jaya. Jaya pun dilarikan ke RS Ibnu Sina untuk mendapatkan perawatan. Sebelum pelaku diamankan oleh aparat dari Polsekta Tamalanrea,warga yang naik pitam sempat menganiaya pelaku hingga kepala retak dan sekujur tubuhnya lebam. 

Pelaku pun dilarikan ke RS Wahidin Sudirohusudo sebelum akhirnya dibawa ke RS Bhayangkara. Pelaku dipindahkan ke RS Bhayangkara karena korban dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo. Sementara di tempat kejadian, warga yang kalap pun mengejar rekan pelaku yang diketahui bernama Stepanus. 

Aksi kejar-kejaran antara Stepanus, warga, dan aparat menjadi tontonan di rawa-rawa samping Mtos. Stepanus pun diamankan oleh aparat setelah sempat dikeroyok warga. Ratusan warga yang marah sekitar pukul 15.00 Wita pun melakukan sweeping terhadap salah satu suku di Indonesia. 

Akibatnya,dua mobil pete-pete dan satu mobil boks dirusak warga. Beruntung, tak ada korban jiwa. Aparat dari Polrestabes Makassar dan Polsekta Tamalarea yang berada di lokasi berhasil menenangkan warga. Setelah mengamankan pelaku, petugas dan warga memeriksa tempat kumpul pelaku dan rekannya.

Ditemukan delapan botol air mineral besar minuman keras cap tikus.Kuat dugaan, minuman keras ini adalah sisa minuman beralkohol yang telah dinikmati pelaku bersama rekannya. Selanjutnya, aparat menghancurkan balai bambu di depan Mtos yang menjadi tempat mangkal pelaku dan rekannya. 

Kapolrestabes Makassar Kombes Erwin Triwanto meminta warga tenang dan tidak melakukan aksi serangan balasan terhadap komunitas pelaku. Erwin pun mendesak seluruh Kapolsek di Makassar untuk melakukan pendekatan ke warga untuk tetap tenang. Sampai berita ini diturunkan, aparat dari Polrestabes Makassar masih berjaga-jaga di sekitar lokasi kejadian.

 Polisi Deteksi SMS Provokatif 

Markas Besar Polri sudah mendeteksi kepemilikan nomor ponsel yang mengirim pesan singkat (SMS) berisi provokasi untuk menciptakan bentrokan dan kerusuhan di Kota Ambon, Maluku.Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Sutarman mengungkapkan, nomor pengirim tersebut terdeteksi dari Ambon, lalu dikirim ke beberapa daerah di Tanah Air seperti Surabaya dan Solo. 

Polisi bahkan sudah mengetahui identitas provokator, tetapi masih akan terus melakukan penyelidikan untuk menangkap aktor yang diduga provokator.Untuk mendukung penyelidikan,Mabes Polri sudah menambah personel penyidik ke Ambon.Sebelumnya, sebanyak 13 personel dipimpin oleh polisi berpangkat komisaris besar. 

”Dan saya kirim lagi tim dipimpin Brigadir Jenderal Roni Sompi untuk mengungkap apa saja yang membuat terjadinya kerusuhan itu,”ujar Sutarman di Mabes Polri kemarin. salam malik/syamsu rizal/arif saleh/fefy dwi haryanto/krisiandi sacawisastra