Wednesday, 14 September 2011 | |
Pada April lalu Amazon US mengumumkan bahwa penjualan buku elektronik (e-book) mereka sudah melampaui buku cetak. Dalam setiap 100 buku cetak yang laku, ada 180 buku elektronik yang terjual. Para analis dan media pun gempar, inikah awal punahnya buku cetak? Memang ada fakta menarik dari peningkatan luar biasa penjualan buku elektronik di Amazon.Yakni, laris manisnya alat pembaca buku elektronik Kindle yang juga dirilis oleh raksasa e-commerce dunia itu. Kindle sudah diluncurkan sejak 2007, tapi baru akhir 2010-awal 2011 e-book reader tersebut laris manis. Salah satunya karena harganya yang semakin murah, dipasarkan USD114 (Rp969.000) hingga USD139 (Rp1,2 juta). Analis Citi Mark Mahaney memperkirakan tahun ini penjualan Kindle di seluruh dunia mencapai 17,5 juta unit dengan nilai total mencapai USD2,1 miliar (Rp17,8 triliun). Sementara total e-book yang dijual Amazon diprediksi mencapai 314 juta unit dengan perkiraan nilai USD1,7 miliar (Rp14,1 triliun).Nilai penjualan Kindle dan e-book pada akhir 2011 nanti sudah mencapai 8% dari seluruh pendapatan Amazon dalam setahun. Bahkan pada 2012 Mahaney memprediksi Amazon dapat menjual 26 juta Kindle dan 751,5 juta e-book dengan nilai total mencapai USD6,1 miliar (Rp51,8 triliun) atau 10% dari pendapatan Amazon. ”Penjualan e-book meningkat lebih cepat daripada yang diprediksi, salah satunya karena Kindle,” ujar Philip Jones, editor The Bookseller,majalah yang mengupas soal penerbitan. Mereka yang beralih ke buku elektronik dan Kindle merasakan kepraktisan. Praktis karena tidak perlu lagi membawa buku-buku tebal yang berat dan membuat tas penuh. Puluhan, bahkan ratusan buku- buku dapat tersimpan dengan aman di sebuah alat yang tak hanya tipis, tapi juga ringan dan sangat kompak. Meski menjadi pemimpin pasar,namun Kindle bukanlah media tunggal dalam mengakses buku elektronik. Justru, di pasar sudah sangat banyak dan beragam pilihannya. iBooks, buku elektronik yang dijual Apple di Apple Store misalnya, dapat diakses langsung menggunakan iPad, iPhone,maupun iPod touch. Toko buku Barnes and Noble juga merilis pesaing Kindle yang disebut Nook. Nook memiliki fitur lebih baik daripada Kindle. Selain layar lebih besar, juga sudah mendukung warna.Kendati harganya juga jauh lebih mahal. Kalaupun tidak memiliki alat pembaca buku digital khusus seperti Kindle ataupun Nook,Anda masih bisa mendapatkan buku terbaru melalui aplikasi yang disebut dengan Kindle Cloud Reader. Buku-buku elektronik yang telah dibeli akan tersimpan di server Amazon dan dapat diakses melalui media mana saja: iPad, BlackBerry, iPhone, Android, Windows Phone 7, PC, ataupun Mac. Cukup memasukkan username dan password ke laman web Kindle. Meningkatnya konsumsi ebook ini membuat industri penerbitan di Amerika mulai siaga. Novelis terkenal di Amerika mulai membuka diri untuk menerbitkan bukunya dalam bentuk buku elektronik di Amazon. John Locke adalah satu dari delapan novelis yang buku digitalnya terjual 1 juta unit di Amazon. Novel kriminal yang langsung diterbitkan dalam format Kindle itu memang dijual sangat murah, hanya USD0,99 atau Rp8.500. Bandingkan dengan harga buku cetak yang mencapai Rp50.000. Namun, dengan harga sangat murah untuk sebuah buku itu, John Locke masih mendapat untung besar. Karena royalti yang diminta Amazon hanya 35% dari harga jual, sisanya masuk ke kantong Locke. Dia juga tidak perlu biaya tambahan untuk membayar agen atau penerbit. Locke seolah menjual bukunya langsung kepada konsumen. Amazon memang memberikan kemudahan bagi novelis atau penulis yang ingin menerbitkan buku digitalnya melalui program yang disebut Kindle Direct Publishing. Program ini membebaskan penulis untuk menentukan sendiri harga buku digitalnya. Yang termurah USD0,99 atau sekitar Rp8.000-an. Setelah merilis novel kriminal yang telah dibeli hingga 1 juta kali, Locke membuat buku baru dengan harga jauh lebih mahal, yakni USD4,99. Judulnya: How I Sold 1 Million eBooks in 5 Months!. Jika konsumsi e-book maupun e-bookreaderdi dunia barat sudah demikian besar, bagaimana dengan di Indonesia? Head of Research Division BEI Poltak Hotradero adalah salah satu penggemar buku elektronik. Sudah lama dia membeli buku melalui situs Amazon.com dan kini semakin sering sejak ada aplikasi Kindle untuk iPad. ”Format elektronik memungkinkan harga produk informasi yang semakin murah dengan jangkauan semakin luas,” ujarnya melalui akun Twitter. Walaupun masyarakat Indonesia kini sudah semakin tertarik dengan buku elektronik, Chief Commerce and Retail Officer Selular Group Agus Pranata pesimistis e-book reader seperti Kindle ataupun Nook akan laku di sini. ”Kalau membaca buku ataupun majalah dapat dilakukan di tablet seperti iPad dan Android, maka sulit bagi mereka untuk tertarik dengan e-book reader seperti Kindle,”kata dia. Dengan harga tak jauh beda, lanjut Agus, pengguna akan memilih membeli tablet Android, yang selain dapat digunakan untuk membaca,juga browsing internet, email, dan game. ”Orang Indonesia menyukai sesuatu yang sophisticated dan multifungsi,” kata dia menambahkan. Selain itu, Agus menilai bahwa budaya membaca di Indonesia tidak sebesar di Barat. Karena itu, dia berpendapat bahwa konten yang paling cepat diserap oleh para pengguna tablet dan smartphone di Indonesia adalah majalah elektronik. ”Saya sendiri berlangganan majalah luar lewat aplikasi Zinio di iPad saya.Dengan USD8 sudah bisa berlangganan selama setahun,”kata dia. Zinio adalah perusahaan yangmenjualmajalahdigitalke berbagai perangkat elektronik mulai iOS,Android, hingga PC. Yang menjadi masalah berikutnya, ujar Agus, adalah konten. ”Buku berbahasa Indonesia belum tersedia,”katanya. Benarkah? Papataka. com adalah startup yang menyediakan layanan e-book berbahasa Indonesia. ”Konsep kita memang mirip Amazon.Hanya saja, fokus kita pada e-book,”ujar founder Papataka.com Roy Kevin kepada SINDO. Buku yang dibeli di Papataka bisa dibaca menggunakan berbagai e-book/e-ink reader seperti Sony Reader, Bookeen, dan iRiver yang menggunakan Adobe Digital Editions berformat EPUB dan PDF dengan DRM. Juga, format iOS, Android, dan PC. Menurut Roy, buku/novel yang tersedia di Papataka saat ini mencapai 200.000 judul, menjadikannya provider ebook terbesar di Indonesia. ”Hingga akhir tahun ini kami targetkan mencapai 250.000 judul,”katanya. Diakui Roy, fenomena ebook di Indonesia masih tergolong baru. Bahkan, banyak penerbit dan penulis yang agaknya enggan untuk menerbitkan buku atau karyanya dalam versi digital, selain takut dibajak, juga merasa segmen pasarnya belum teraba. Namun,optimisme itu tetap tumbuh. ”Dengan penetrasi mobile device yang semakin tinggi, maka e-book akan menjadi pilihan penting,” kata dia sembari menyebut bahwa pihaknya menerapkan sistem royalti 60% untuk penulis. danang arradian |